KR – Ketua Ikatan Paguyuban Flotirosa (IPF) NTT, Joy Sadipun, menegaskan Polemik ijazah yang dialami 796 alumni Politeknik Negeri Kupang (PNK) terus bergulir tanpa kejelasan.
Sejak mencuat pada tahun 2021, hingga kini belum ada penyelesaian dari pihak kampus hingga Pemerintah daerah.
Dia menilai masalah ini bukan sekadar kelalaian administrasi, melainkan sudah masuk ranah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Ia bahkan mengancam akan melakukan penyegelan kampus jika tidak ada solusi konkret.
“Mahasiswa sudah melaksanakan kewajiban mereka, sehingga hak mereka untuk mendapatkan ijazah harus dipenuhi.”
“Sejak 2021 hingga 2025, ratusan alumni kehilangan kesempatan kerja dan tidak mampu bersaing dengan lulusan kampus lain di Kota Kupang. Ini preseden buruk bagi citra kampus ke depannya,” tegas Joy kepada media ini, Rabu (18/9).
Menurutnya, kasus ini tidak hanya merugikan mahasiswa, tetapi juga ribuan orang tua yang telah berjuang demi pendidikan anak-anak mereka.
Banyak alumni kehilangan peluang emas dalam rekrutmen ASN, CPNS, BUMN, maupun perusahaan swasta yang membutuhkan legalitas ijazah resmi.
Joy menekankan, jika kampus tidak segera menyelesaikan masalah ini, maka alumni bersama para orang tua siap menggelar aksi penyegelan kampus.
Ia juga mendesak Ombudsman NTT untuk segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh.
“Ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi menyangkut masa depan generasi muda NTT. Jangan sampai kampus negeri yang seharusnya menjadi pusat kepercayaan publik justru merusak citranya sendiri,” tambahnya.
Kasus ijazah PNK kini menjadi perhatian publik di Nusa Tenggara Timur. Masyarakat menunggu langkah nyata dari pihak kampus agar hak-hak mahasiswa segera dipenuhi tanpa harus menunggu aksi besar-besaran.
Jika masalah ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Politeknik Negeri Kupang akan menjadi “bom waktu” yang mengancam kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan negeri di NTT.
Reporter: HN